KASKUSACEH - World Wildlife Fund (WWF) Provinsi Aceh menilai, amukan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Desa Rimba Raya, Kabupaten Bener Meriah dan Desa Kekuyang Kabupaten Aceh Tengah, akibat habitat binatang yang dilindungi itu terganggu.
Staf komunikasi WWF Provinsi Aceh Chik Rini di Banda Aceh, beberapa waktu lalu mengatakan, konflik gajah tersebut, karena habitatnya sudah mulai terganggu, apalagi sekarang maraknya pembukaan lahan perkebuna di sejumlah daerah.
“Sekarang sangat kita sayangkan kondisi lingkungan semakin rusak, sehingga habitat gajah pun semakin terganggu dan turun ke permukiman warga. Hal ini sudah tergolong sangat memprihatinkan,” ujar Chik Rini.
Ia menambahkan, untuk daerah Pintu Rime Gayo dan Desa Karang Ampar, konflik gajah sudah terjadi sejak tahun 2005 hingga sekarang, bahkan untuk tahun 2015 sudah dua kali terjadi, yaitu pada bulan Februari dan Oktober.
Konflik gajah tersebut bisa disebabkan keterbatasan makanan, sehingga turun ke permukiman warga. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, karena adanya pembukaan lahan baru dan kerusakan lingkungan.
“Gajah ini turun ke permukiman warga karena makanannya sudah terbatas, biasanya disebabkan pembukaan lahan baru dan kerusakan lingkungan, sehingga habitatnya menjadi terganggu,” tutur Chik Rini.
Ia menambahkan, sekarang pembukaan lahan sawit antara perbatasan Kabupaten Bireun dan Bener Meriah Aceh tengah cukup marak, sehingga hal tersebut merupakan sebagai pemicu.
Biasanya, apabila sudah mendapatkan tempat sumber makanan baru, maka gajah tersebut akan bertahan lama.
Menurutnya, sebagian gajah yang berada di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Peusangan sudah berada di luar wilayah konservasi atau hutan lindung. Apabila tidak direspon dengan serius, maka masalah ini bisa berdampak dikemudian harinya.
“Coba bayangkan kalau selalu terjadi kericuhan di hutan, maka habitat gajah-gajah semakin terganggu dan masyarakat juga yang terkena imbas. Maka kita harus bisa menjaga lingkungan dengan baik,” kata Chik Rini.[leuserantara.com]
Staf komunikasi WWF Provinsi Aceh Chik Rini di Banda Aceh, beberapa waktu lalu mengatakan, konflik gajah tersebut, karena habitatnya sudah mulai terganggu, apalagi sekarang maraknya pembukaan lahan perkebuna di sejumlah daerah.
“Sekarang sangat kita sayangkan kondisi lingkungan semakin rusak, sehingga habitat gajah pun semakin terganggu dan turun ke permukiman warga. Hal ini sudah tergolong sangat memprihatinkan,” ujar Chik Rini.
Ia menambahkan, untuk daerah Pintu Rime Gayo dan Desa Karang Ampar, konflik gajah sudah terjadi sejak tahun 2005 hingga sekarang, bahkan untuk tahun 2015 sudah dua kali terjadi, yaitu pada bulan Februari dan Oktober.
Konflik gajah tersebut bisa disebabkan keterbatasan makanan, sehingga turun ke permukiman warga. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, karena adanya pembukaan lahan baru dan kerusakan lingkungan.
“Gajah ini turun ke permukiman warga karena makanannya sudah terbatas, biasanya disebabkan pembukaan lahan baru dan kerusakan lingkungan, sehingga habitatnya menjadi terganggu,” tutur Chik Rini.
Ia menambahkan, sekarang pembukaan lahan sawit antara perbatasan Kabupaten Bireun dan Bener Meriah Aceh tengah cukup marak, sehingga hal tersebut merupakan sebagai pemicu.
Biasanya, apabila sudah mendapatkan tempat sumber makanan baru, maka gajah tersebut akan bertahan lama.
Menurutnya, sebagian gajah yang berada di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Peusangan sudah berada di luar wilayah konservasi atau hutan lindung. Apabila tidak direspon dengan serius, maka masalah ini bisa berdampak dikemudian harinya.
“Coba bayangkan kalau selalu terjadi kericuhan di hutan, maka habitat gajah-gajah semakin terganggu dan masyarakat juga yang terkena imbas. Maka kita harus bisa menjaga lingkungan dengan baik,” kata Chik Rini.[leuserantara.com]
0 comments:
Post a Comment