“Damai adalah sebuah penemuan.” Barangkali jargon
yang terdapat dalam buku “Mereka Bicara JK” ini sangat tepat untuk
menyatakan kondisi Aceh sudah kembali ditemukan, yakni kondisi damai,
tenteram, aman, dan sejahtera.
Sejarah telah mencatat pergolakan panjang puluhan tahun konflik
bersenjata di Aceh yang mengakibatkan banyak kehilangan identitas
keacehan secara umum, mulai dari orangnya, hasil buminya, hingga
pelunturan adat satu per satu. Maka, tatkala disebutkan Aceh akan
kembali kepada adat dan budayanya seperti masa-masa kejayaannya, dapat
disebut ini sebagai sebuah penemuan kembali.
Buku setebal 192 halaman dan diberi judul “Bergerak Menuju Mukim dan
Gampông” ini sangat cocok untuk menyatakan Aceh akan kembali menemukan
jati diri kepemerintahan dan kebudayaannya. Dalam buku yang ditulis oleh
tiga peneliti—Sutoro Eko, W. Riawan Tjandra, Muhammad Umar (EMTAS)—ini
disebutkan bahwa pembangunan berbasis masyarakat gampông akan menuju ke
arah yang lebih baik daripada hanya bertumpu pada pusat semata. Apalagi,
Aceh yang sudah memiliki otonomi khusus dan UUPA untuk mengatur tatanan
kepemerintahannya.
Sebagai daerah yang diberi hak luas dalam mengatur tatanan
kepemerintahannya, pembangunan berbasis lokal memiliki peluang untuk
dijalankan. Pada halaman 107 disebutkan bahwa sejarah pemerintahan lokal
di Aceh terletak pada gampông. Sedangkan mukim adalah federasi dari
gampông-gampông. Karena itu, penulis buku ini sepakat bahwa pembangunan
ke depan mesti dimulai dari mukim dan gampông.
Dalam sejarahnya, sebagai suatu entitas adat, Aceh telah membuktikan
adanya empat tradisi besar dalam membawa Aceh pada kejayaannya. Keempat
tradisi itu adalah tradisi federasi, tradisi otonomi, tradisi
teknokrasi, dan tradisi demokrasi lokal. Keempatnya dibahas secara rinci
dalam buku yang memang merupakan hasil penelitian ini.
Oleh karena itu, membaca buku ini seakan memberikan pemahaman kepada
kita terhadap arti sebuah masyarakat dan pembangunan. Tak salah jika
saya menyatakan buku ini cocok bukan hanya bagi para peneliti, tetapi
juga untuk pemimpin dan orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap
adat serta masyarakat. Pasalnya, buku ini bukan sekedar memberikan
wacana hasil penelitian/riset. Para penulis juga memberikan pendapat dan
pandangannya bagaimana mewujudkan pemerintahan yang bersih serta
beradat. Mereka menawarkan beberapa kasus yang berkaitan dengan agenda
strategis Pemerintah Aceh (halaman 177), yang kemudian juga ada tawaran
strategis untuk mengembalikan marwah mukim dan gampông (halaman
178-181).
Mimpi ini kelihatannya akan dapat terwujud bagi Aceh. Apalagi,
Gubernur dan Wagub Aceh juga memiliki visi dan misi yang serupa, yakni
membangun masyarakat Aceh mulai dari gampông. Maka membangun dari mukim
dan gampông sama dengan mengembalikan citra adat dan budaya Aceh. Bahwa
pembangunan memang harus bersendikan budaya, juga diuraikan oleh Ketua
Majelis Adat Aceh (MAA) dalam Raker Mukim se-Aceh 19-20 Oktober 2009
lalu. Hal ini membuat kita semakin yakin bahwa kita akan menemukan
(kembali) adat dan budaya endatu. Semoga! [Herman RN]
Judul Buku: Bergerak Menuju Mukim dan Gampông
Penulis: Sutoro Eko, dkk.
Penerbit: IRE, JKMA Aceh, LOGICA
Cetakan I: Juni 2007
Isi: ix+192 : 14,5 x 21cm
Buku di atas bisa didapat secara gratis di sekretariat JKMA
Aceh apabila masih tersedia. Silahkan hubungi kami untuk lebih jelasnya.
0 comments:
Post a Comment