LHOKSUKON - Penebangan liar terhadap hutan di Kabupaten Aceh
Utara kian merajalela. Mulusnya penebang liar dalam menjalani aksinya diduga
juga dibekingi oknum-oknum tertentu tanpa tidak berfikir panjang akan dampak
buruknya terhadap lingkungan masyarakat.
Survei
resmi LSM Suara Hati Rakyat (SAHARA) menyebutkan, sisa hutan di Aceh Utara kini
tinggal 43 ribu Ha lagi atau berkurang 53 persen dari total luas 80.103 Ha.
Sahara juga menyatakan bahwa kondisi hutan kian memprihatinkan dan tinggal
sisa-sisa yang belum diberikan izin HGU dan HTI.
“Itulah sisa hutan
Aceh Utara. Potensi bertambahnya kerusakan tetap ada, karena orientasi
Pemerintah melihat hutan sesuatu yang harus dijamah sampai habis bukan
sebaliknya untuk menjaga hutan,” ujar Direktur
Sahara, Dahlan M. Isa, Senin (07/12).
Berdasarkan
catatan pihaknya, hutan di Kecamatan Paya Bakong, Nisam Antara dan juga Pirak
Timu adalah kawasan hutan lindung yang kondisinya kini sangat memprihatinkan.
Salah satu faktor utamanya adalah alih fungsi hutan menjadi perkebunan,
pemukiman, illegal logging dan kurangnya lapangan pekerjaan sehingga semua
beralih kehutan.
Seharusnya,
tambah Dahlan, Pemerintah harus segera menghentikan pengalihan fungsi hutan. “Jika
ada permohonan Hak Guna Usaha (HGU) baru jangan diberikan izin karena sudah
tidak ada lagi tempat. Karena hutan merupakan kekayaan alam yang harus dijaga
untuk kesejahteraan masyarakat,” tegas Dahlan.
Kepala Lingkungan Hidup (KLH) Aceh Utara, Nuraina, sebelumnya juga mengatakan, bahwa kerusakan lingkungan di Aceh Utara kian memprihatinkan. Disamping itu mulusnya oknum-oknum tertentu yang membekingi pelaku perusak hutan tersebut. Dirinya sangat menyayangkan persoalan itu.(LA)
0 comments:
Post a Comment