Bencana lingkungan hidup seperti kekeringan, banjir dan longsor,
dapat dipastikan karena manusia tidak mampu menata lingkungannya,
terutama hutan dan rawa gambut. Padahal di masa lalu, leluhur bangsa
Indonesia mampu menjawab berbagai persoalan tersebut. Salah satunya
dengan menanam beragam pohon bambu.
“Coba kalau daerah aliran sungai, rawa, perbukitan, ditanami pohon
bambu, kemungkinan adanya bencana banjir dan longsor yang kita rasakan
di musim penghujan tidak akan terjadi. Bahkan, saat musim kemarau,
tanaman bambu juga mampu mengatasi kekeringan atau dapat menjadi
penyedia air tanah,” kata Dodi Suwandi, pakar bambu dari Yayasan Balai
Budaya Bandung, Senin (08/01/2016).
Bahkan, kata Dodi, pentingnya menanam bambu ini sudah dianjurkan para leluhur. Dodi mengutip apa yang dicontohkan seorang Raja Kerajaan Sriwijaya, Sri Baginda Śrī Jayanāśa dalam Prasasti Talang Tuwo, yang membuat kebun bernama Srisetra dengan menanam beragam bambu.
“Tidak hanya bambu, dia juga menyebut sejumlah tanaman yang baik
untuk menata air tanah seperti kelapa, pinang, aren, serta bagaimana
pentingnya keberadaan kanal atau kolam,” kata Dodi.
“Penghormatan masyarakat Palembang atau Sumsel terhadap bambu
tercermin dari motif rebung bambu pada setiap kain songket Palembang,”
kata Dodi.
Dodi yang saat ini mengunjungi Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu,
tengah berburu sejumlah bambu lokal. Dia merasa heran, jika bambu
betung yang disebutkan dalam prasasti Talang Tuwo tersebut keberadaannya
mulai berkurang di sejumlah wilayah Sumatera Selatan.
“Bahkan dapat dipastikan wilayah yang jarang mengalami longsor atau banjir masih ditemukan tanaman bambu,” ujarnya.
Dijelaskan Dodi, sejumlah bambu lokal yang masih ditemukan di wilayah
Sumatera Selatan, selain betung, gombong (dabo), aur duri, ampel, juga
beragam bambu aur. “Tapi semua tanaman bambu tersebut ditanam tanpa
perawatan. Bahkan saat saya ke Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)
Selatan, sebagian memandang tanaman bambu sebagai hama. Mereka begitu
kesulitan membersihkan tanaman bambu, saat mau membuka lahan untuk
perkebunan karet, kopi atau sawit.”
Tidak dirawatnya tanaman bambu ini, kata Dodi, pertama masyarakat
tidak memahami sepenuhnya fungsi ekologis tanaman bambu. Kemudian
pemanfaatannya yang belum optimal, “Sehingga bambu dinilai lebih rendah
manfaatnya dibandingkan tanaman lain seperti sawit atau karet,” kata
Dodi.
Menurut Dodi, jika pemerintah ingin menjaga lingkungan dari ancaman
banjir, longsor dan kekeringan, “Mereka dapat memanfaatkan tanaman bambu
untuk ditanami di sekitar daerah aliran sungai, rawa gambut, termasuk
di perbukitan. Fungsi tanaman bambu sudah terbukti mampu menjaga air
tanah, dan akarnya mampu menahan longsor, serta daunnya mampu membelah
angin atau peredam polusi suara dan debu,” ujar Dodi yang beberapa kali
menjadi nara sumber dalam berbagai workshop pengembangan dan pemanfaatan bambu di Jawa Barat.
Di lokasi lahan gambut di Sumatera Selatan atau Jambi yang sering
terbakar, Dodi menilai tanaman bambu sangat baik sebagai tanaman
konservasi. Selain mampu mengendalikan air juga sebagai pemecah angin.
“Misalnya tanaman bambu sangat cocok ditanam di Tulungselapan, Ogan
Komering Ilir (OKI). Khususnya menghadang angin dari Tenggara. Kebakaran
menjadi luas di OKI karena tidak ada pemecah angin dari arah Tenggara,”
katanya.
Kayu masa depan
Setelah kayu dari pohonan besar mulai berkurang jumlahnya, jelas
Dodi, saat ini masyarakat dunia beralih memanfaatkan bambu sebagai bahan
baku kayu. “Bambu bukan hanya dipahami sebagai bahan baku bubur kertas,
benda kerajinan, tapi sudah dikembangkan menjadi papan atau balok yang
banyak dipakai untuk bangunan atau furniture. Bambu merupakan kayu masa depan.”
Indonesia yang memiliki puluhan jenis bambu, sehingga sangat
berpotensi menjadi pemasok kayu berbahan baku bambu, bagi kebutuhan
nasional maupun international.
“Ada beberapa bambu lokal di Sumatera Selatan yang kualitasnya sangat
baik untuk bahan baku kayu. Namun bambu ini belum kita publikasi
sebelum kita melakukan pembibitan yang banyak. Jika jenis bambu ini
dipublikasi, dikhawatirkan banyak investor yang masuk melakukan
pembuatan perkebunan skala besar, yang akhirnya masyarakat lokal hanya
menjadi penonton,” katanya.
“Tetapi semua jenis bambu yang ada di Sumatera Selatan cukup baik untuk bahan baku kayu,” ujar Dodi.
Sebagai informasi, sekitar 159 spesies bambu tumbuh di Indonesia yang
sekitar 88 jenisnya merupakan tanaman endemik. Bambu ini tumbuh
menyebar dari Sabang hinggau Marauke.
“Tidak ada tanah di Indonesia yang tidak ditumbuhi bambu. Termasuk di pulau-pulau kecil terdepan,” kata Dodi.(mongabay)
0 comments:
Post a Comment